Selasa, 18 Januari 2011

Persamaan Antara Adat Minahasa dan Dayak

Untuk dapat melihat persamaan dan kedekatan seni dan budaya Minahasa dengan Dayak Kalimantan, maka kita harus mengambil data seni budaya Minahasa sekitar dua abad yang lalu. Ketika tahun 1850-an seni budaya dan organisasi adat mulai perlahan-lahan berubah menjadi seperti yang sekarang ini. Sedangkan seni budaya dan organisasi adat Suku Dayak Kalimantan sejak jaman tempo dulu tidak banyak berubah.

Tulisan-tulisan data persamaan seni budaya Minahasa dengan Dayak Kalimantan dapat kita temukan di buku terbitan jaman Hindia Belanda “Adat Recht Bundels” Serie M (Minahasa) 1919.

1. Bentuk rumah panjang dengan tangga dari SATU batang kayu, di huni banyak keluarga, di Minahasa di sebut Wale Wangko.

2. Keprajuritan Tradisional dan kelengkapannya topi dengan hiasan bulu dan paruh burung Enggang di Minahasa di sebut burung UAK. Baju perang dari kulit binatang, suku dayak menggunakan kulit harimau akar, minahasa memakai kulit sapi hutan anoa disebut Wa’teng. Kesamaan bentuk pedang yang melebar pada bagian ujungnya, Minahasa disebut SANTI. Kesamaan bentuk gerakan tari senjata tajam di Minahasa di sebut CAKALELE penarinya disebut Kawasaran, kesamaan bentuk perisai kayu di Minahasa disebut Kelung.

3. Kesamaan beberapa bentuk motif hias kain tenun, Minahasa menamakan motif TOLAI (ekor ikan) yang melingkar seperti ujung tanaman merambat atau taring babi rusa.

4. Upacara adat tertentu yang memerlukan kepala orang yang masih segar, serta upacara darah manusia yang di minahasa tempo dulu disebuit Mangelep, terakhir dilakukan di Tonsea lama tahun 1876.

5. Tarian adat yang berbentuk li



ngkaran dengan langkah lambat oleh penari pria dan wanita, di Minahasa di sebut Maengket Katuanan (Toutemboansche Teksten. J.AL T. Schwarz – 1907) --Penulis DR. Hetty Palm dalam bukunya ”Ancient Art of Minahasa” 1957 menganalisasecara ilmiah kesamaan adat dan kebudayaan Minahasa dengan Suku Dayak Kalimantan melalui cabang ilmu Ethnologi dan Ethnographi modern sekarang ini. Beberapa persamaan itu dapat ditemukan lagi;

6. Kesamaan bentuk alat musik tradisional Xylophone Kayu, di Minahasa bernama Tengtengan (Penthatonis) yang sekarang berubah jadi alat musik nada diatonis Kolintang Kayu.

7. Persamaan lagenda Buaya, di Minahasa disebut Dewa Koington (Ayah Rumambi).

8. Persamaan nama lokasi asal leluhur, Suku Dayak Kalimantan menyebutnya pegunungan Meratus,- Minahasa menyebutkan pegunungan Mahatus (Wulur Mahatus).

9. Suku Minahasa dan Suku Dayak Kalimantan termasuk Suku Melayu Tua Proto Melayu dengan ciri fisik,mata agak sipit, kulit kuning, rambut lurus, termasuk rumpun bahasa Austronesia menurut ahli anthrologi Australia Peter Bellwood.

Masyarakat adat Minahasa kehilangan pijakan ketika sekitar tahun 1900 an, dewan tua-tua adat yang dinamakan Potuosan diganti nama menjadi Komisi Adat. Di bawah aparat Residen Manado yang orang Belanda.

Kepala Walak menurut Adat dibawah koordinasi Dewan Tua-Tua Adat Potuosan. Kapala Walak punya tiga fungsi sebagai:
1. Ahkai Imbanua, Kepala Pemerintahan
2. Tona’as Wangko, Kepala Adat Kebiasaan
3. Tona’as Saka, Panglima Perang dalam situasi berperang

Setelah dewan adat Potu’osan dibubarkan Belanda maka struktur pemerintahan adat terguncang sampai pada akar-akarnya.
Kehilangan badan tertinggi pengawasan terlaksananya Hukum adat di masyarakat yang terdiri dari beberapa Subethnik dan anak suku, subethnik mayoritas dan sub ethnik minoritas.

Kehilangan badan tertinggi yang dapat menjelaskan, menganalisa, menguraikan apa maknanya dan artinya hukum adat yang merupakan warisan leluhur, bagaimana pelaksanaan hukum adat dalam dunia modern sekarang ini dalam bentuk transformasi hukum adat, bagaimana mempertahankan masyarakat hukum adat Minahasa agar tetap berkelanjutan keberadaannya.

Berbicara masalah Masyarakat Hukum Adat adalah sangat tepat orang Minahasa melakukan studi perbandingan melihat masyarakat hukum adat Dayak Kalimantan, yang pada jaman lampau punya banyak kesamaan.

Rabu, 08 Desember 2010

Mitos Dayak Kenyah





IRANG DAU merupakan sebuah patung batu berukuran tinggi kurang lebih 30 cm dengan berat kurang lebih 15 Kg, berbentuk manusia kedua tangan menopang dagu seperti layaknya orang kedinginan, ditemukan oleh seorang penjala ikan disungai pada tahun 1930memiiki kekuatan supranatural yang sangat luar biasa. Konon, pada jaman dimana Suku Dayak Kenyah masih menganut Animisme, keberadaan IRANG DAU merupakan tempat meminta bantuan untuk kepentingan masyarakat Suku Dayak Kenyah. Misalnya meminta musim penghujan, meminta kelimpahan hasil panen, mengusir wabah penyakit, mencari orang tenggelam.

Asal Usul Dayak Kenyah

Konon ada seorang bernama HAKA. Seorang saudagar kaya dari negeri Cina. Pekerjaannya adalah transaksi jual beli hasil bumi berkelana keseluruh penjuru dunia.

Singkat cerita, tibalah HAKA di pulau BORNEO/KALIMANTAN. ditemukannya sebuah gua untuk dijadikan tempat untuk beristirahat. Namun didalam gua tersebut, HAKA bertemu seekor naga yang sangat besar sekali. Diatas kepala sang Naga tampak berkilauan, dan ternyata kilauan cahaya tersebut berupakan pantulan dari sebuah Batu permata yang berada diatas kepala sang naga.

Haka kemudian berpikir, seandainya batu permata yang berada diatas kepala sang Naga itu dapat ia peroleh, tentunya ia akan jadi sangat kaya karena sudah barang tentu Batu Permata itu akan sangat mahal harganya. Dengan segala upaya HAKA berusaha untuk mengambil Batu Permata yang berada diatas kepala sang Naga, namun ia tidak berhasil. Karena kekuatan naga sangat luar biasa dengan semburan api yang sangat panas dari mulut sang Naga. HAKA pun menyerah, ia memutusjan untuk kembali pulang ke negerinya.

Sesampai di negerinya di Cina, HAKA pun menghadap Raja dan menceritakan tentang sang NAGA kepada baginda Raja. Mendengar cerita dari HAKA, Raja pun tertarik dan mengumpulkan seluruh pasukan kerajaan untuk mendiskusikan bagaimana agar bisa mengalahkan sang Naga dan mengambil Batu Permata yang ada di atas kepala sang Naga.

Akhirnya disepakati, seluruh pasukan yang akan diberangkatkan melawan sang Naga dibuatkan pakaian anti api dengan persenjataan yang amat sangatlah lengkap. Berangkatlah bala pasukan dari negeri Cina berlayar menuju pulau Kalimantan bersama HAKA untuk membunuh sang Naga berada.

Pasukan kemudian dibagi menjadi dua bagian. Pasukan pertama naik kedaratan bersama HAKA menuju gua, dan pasukan kedua menunggu diatas kapal.

Pasukan yang dipimpin HAKA pun berangkat menuju gua dimana sang Naga berada. Sesampai di Gua, sang Naga sedang tertidur pula. HAKA memerintahkan kepada pasukannya untuk tenang dan jangan sampai menimbulkan suara. Dengan sangat hati-hati HAKA beranjak mendekati sang Naga. Alhasil, Batu Permata yang berada diatas kepala sang Naga pun dapat diperolah HAKA tanpa harus berperang melawan san Naga.

Bersukacitalah seluruh pasukan HAKA karena telah berhasil mendapatkan Batu Permata itu tanpa bersusah payah melawan sang Naga. Batu Permata pun dipegang secara bergantian oleh para prajurit karena mereka ingin sekali melihat wujud Batu Permata tersebut. Dan tanpa mereka sadari, suara tawa sukacita mereka membuat sang Naga terbangun dan mengejar mereka.

HAKA dan seluruh pasukannya kemudian lari tunggang langgang menyelamatkan diri menuju kapal. Sang parjurit yang pada saat itu tengah memegang Batu Permata tersebut berhasil masuk ke kapal dan memerintahkan agar kapal segera berlayar.

Nasib tidak diuntung, mujur pun tidaklah didapat. HAKA dan beberapa orang prajurit tertinggal didaratan, kapal telah berlayar membawa Batu Permata menuju negeri Cina dan tidak pernah kembali lagi menjemput HAKA dan prajurit lainnya.

Akhirnya, HAKA dan prajurit yang tersisa berjalan menyusuri hutan, rimba dan sungai untuk mencari makanan. Mereka pun menemukan sebuah perkampungan dan meminta pertolongan kepada masyarakat setempat. Karena tidak ada lagi pilihan lain cara untuk kembali ke negeri asalnya, HAKA dan para prajurit pun kemudian menetap diperkampungan tersebut. Hingga akhirnya mereka pun bisa beradaptasi dengan masyarakat tersebut, berkeluarga dan dari situlah asal mula Penduduk Pulau Kalimantan memiliki Ras dari Negeri Cina.

Setelah sekian tahun, perkembangan penduduk semakin pesat. HAKA membawa sebagian penduduk untuk pindah ke daerah lain. Tempat tersebut bernama APAU AHE.

Di APAU AHE lah masyarakat HAKA terus tumbuh dan berkembang.